Artikel Islam · Aqidah Akhlak · Fikih · Al-Qur'an Hadits · SKI

Mengenal Rezeki yang Halal dan Berkah

Mengenal Rezeki yang Halal dan Berkah - Setiap manusia berhak untuk hidup layak, aman, damai dan bahagia.  Untuk hidup layak ini, menurut Al-Qur’an merupakan hak sekaligus kewajiban  asas yang paling utama dalam Islam. Ajaran al- Qur'an dan hadis   mendorong manusia agar mencari rezeki yang halal dan thayyib.

Rasulullah saw bersabda: ”Wahai manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, pakailah cara baik dalam mencari (rezeki) .....” Rasulullah saw juga mengingatkan manusia  agar berhati-hati dalam mencari harta dan harus selektif  dengan cara memperolehnya sehingga  harta yang dimiliki benar-benar halal.


عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَ م مِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ (البخارى  وأبو يعلى)
"Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Pasti akan datang pada manusia suatu zaman dimana orang tidak perduli lagi dengan apa dia mengambil harta, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram." (Hadis shahih riwayat Al-Bukhari dan Abu Ya’la).

Harta memang hal yang paling dicari oleh manusia, namun terkadang manusia banyak yang keliru dalam mencapainya.

Untuk mendapatkan harta yang halal dan berkah dibutuhkan rasa sabar yang tinggi, terkadang selalu ada godaan untuk berbuat yang dilarang oleh Allah SWT, misalnya mencuri,merampot dan lain sebagainya. hal itu tentu sangat dibenci oleh Allah SWT.

 Secara rinci yang dimaksudkan dengan halal di sini adalah:

Halal wujudnya, yaitu apa saja yang tidak dilarang oleh agama Islam, seperti makanan dan minuman yang tidak diharamkan oleh syari'at agama Islam.

Halal cara mengambil atau memperolehnya, yaitu cara mengambil atau cara memperoleh yang tidak dilarang oleh syari'at agama Islam, seperti harta yang diperoleh dari ongkos pekerjaan yang halal menurut pandangan syari'at agama Islam, sedang ongkos tersebut juga berasal dari hasil pekerjaan yang halal.

Halal karena tidak tercampur dengan hak milik orang lain, karena sudah dikeluarkan zakatnya. Harta yang demikian itu, jika berupa bahan makanan dan dimakan oleh seseorang, maka pengaruhnya sangat positif bagi kesehatan mental atau jiwa seseorang.

Setiap orang yang lahir di dunia ini oleh Allah swt. telah dibekali dengan dua macam dorongan nafsu, yakni: nafsu yang mendorong manusia untuk berbuat durhaka dan nafsu yang mendorong untuk berbuat taqwa (kebajikan).

Dalam surat As Syams ayat 7 dan 8 Allah swt. telah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوَاهَا
"Demi jiwa dan apa-apa yang menyempurnakannya, maka Allah mengilhamkan pada jiwa tersebut kedurhakaan dan ketaqwaannya".

Kedua macam dorongan tersebut tidak dapat berwujud menjadi perbuatan yang nyata, manakala dalam diri seseorang tidak ada energi. Sedangkan energi itu adalah berasal dari bahan makanan. Sehingga apabila bahan makanan yang dimakan oleh seseorang adalah halal, maka energi yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut adalah energi yang halal.

Energi yang halal inilah yang mudah diserap dan dipergunakan oleh dorongan yang mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang baik, benar dan haq. Sedang perbuatan-perbuatan yang baik, benar dan haq yang dilakukan oleh seseorang akan diserap oleh organ jiwa yang oleh Sigmund Freud disebut dengan "Ego Ideal".

Ego Ideal inilah yang selalu menghibur dan menenteramkan jiwa seseorang. Sebaliknya, jika bahan makanan yang dimakan oleh seseorang adalah berasal dari harta yang haram, maka energi yang timbul dari bahan makanan tersebut adalah energi yang haram, yang akan diserap oleh nafsu yang mengajak kepada kejelekan, kesalahan dan kebatilan.

Manakala seseorang telah melakukan perbuatan yang jelek atau salah atau batil, maka perbuatan ini akan diserap oleh organ jiwa yang oleh Sigmund Freud disebut conscience. Kemudian conscience ini selalu menuntut jiwa manusia itu sendiri atas kejelekan atau kesalahan atau kebatilan yang telah dilakukan, sehingga ketenteraman jiwa menjadi terganggu.

Semakin banyak kejelekan atau kesalahan atau kebatilan yang dilakukan oleh seseorang, maka semakin besar tuntutan dari consciense dan semakin goncang ketenangan dan ketenteraman jiwanya, sehingga pada akhinya orang yang selalu memakan makanan yang berasal dari harta yang haram akan dihadapkan pada dua alternatif, yaitu:
  • Jika kondisi jasmaninya kuat, maka jiwanya akan jebol dan akan terkena penyakit jiwa.
  • Jika kondisi jiwanya kuat, maka dia akan terserang penyakit psychosomatica.
Sedang yang dimaksud dengan makanan yang baik menurut ayat 168 dari surat Al Baqarah di atas, adalah baik menurut syarat-syarat kesehatan. Sebab makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan akan menyebabkan kondisi jasmani menjadi mudah terserang oleh berbagai macam penyakit. Seseorang tidak akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman jiwa manakala badan jasmaninya selalu sakit-sakitan

Refrensi: PP Nurul Huda


INTINE BELAJAR adalah salah satu blog yang membagikan artikel tentang mapel-mapel Agama Islam untuk anda semua khususnya pelajar. Dengan adanya blog ini diharapkan untuk anda sebarkan kepada orang lain.!!! Terima Kasih

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Mengenal Rezeki yang Halal dan Berkah

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berkomentar sesuai apa yang telah anda baca dengan syarat.
1. Berkomentarlah dengan Relevan
2. Don't Spam
3. No Porn
4. No Sara
5. Jika MELANGGAR komentar akan dihapus